Senin, 09 April 2012

MANAJEMEN PERBANKAN SYARI'AH

                                                        FUNGSI PERBANKAN SYARIAH
                                        (POLA PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA)

                                                                          BAB II
                                                                 PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah perkembangan industri perbankan syariah tak terlepas dari keluarnya peraturan tentang perbankan yaitu, UU No 7 tahun 1992 yang membolehkan operasional bank dengan sistem bagi hasil di Indonesia, UU No 10 tahun 1998, yang mengatur tentang dual banking-system yaitu peraturan yang membolehkan setiap bank konvensional membuka sistem pelayanan syariah di cabang nya, dan terbitnya UU No 23 tahun 1999. Perkembangan selanjutnya adalah keluarnya fatwa tentang haram nya bunga bank yang dikeluarkan oleh MUI pada tahun 2003, keluarnya fatwa ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap laju pertumbuhan industri perbankan syariah. Hal ini terlihat dengan terjadinya over likuiditas perbankan syariah yang mencapai 300 miliar rupiah.

Perkembangan selanjutnya dengan tumbuhnya industri perbankan syariah yang dapat dilihat dengan munculnya 3 bank umum syariah dan 22 unit usaha syariah di beberapa bank konvensional di Indonesia. Berbagai produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah antara lain: (1) Produk pengumpulan dana, terdiri dari: giro wadi’ah, tabungan mudharabah, dan deposito mudharabah; (2) Produk pembiayaan: murabahah, bai’ as salam, bai istishna’, ijarah, musyarakah, mudharabah.(3) Produk jasa; al-wakalah, al-hawalah, kafalah, dll.
Kehadiran bank syariah ini seharusnya memberikan dampak yang luar biasa terhadap pertumbuhan sektor riil. Hal ini dikarenakan pola mudharabah dan musyarakah adalah pola investasi langsung pada sektor riil, return pada sektor keuangan (bagi hasil), dalam prinsip ajaran Islam, sangat ditentukan oleh sektor riil. Hal ini berarti keberadaan bank syariah harus mampu memberikan kontribusi yang meningkatkan pertumbuhan sektor riil.

                                                                              BAB II
                                                                       PEMBAHASAN


A.    Pola Penghimpunan Dana
1.    Tabungan
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu .
Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
1.    Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya . Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut.
Dalam tabungan wadiah, bank dengan nasabah tidak boleh mensyaratkan pembagian hasil keuntungan atas pemanfaatan harta tersebut. Namun bank diperbolehkan memberikan bonus (fee) kepada pemilik harta titipan (nasabah) selama tidak disyaratkan dimuka. Dengan kata lain, pemberian bonus (fee) merupakan kebijakan bank yang bersifat sukarela .
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik beberapa ketentuan umum berkenaan dengan tabungan wadiah, yaitu sebagai berikut:
• Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik.
• Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi hak atau tanggung jawab bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan menanggung kerugian.
• Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai insentif selama tidak diperjanjikan di akad awal pembukaan rekening.

2.    Tabungan Mudharabah
Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah sendiri mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutalaqah dan mudharabah muqayyadah, perbedaan yang mendasar diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik harta kepada pihak bank dalam mengelola hartanya .
Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana) . Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagikan hasil kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi bukan akibat kelalaiannya. Namun, bila yang terjadi adalah miss management (salah urus), bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik beberapa ketentuan umum berkenaan dengan tabungan mudharabah, yaitu sebagai berikut:
□    Nasabah bertindak sebagai shahib al-mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
□    Sebagai mudharib, bank dapat mengelola dan mengembangkan dana dengan melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah, termasuk melakukan mudharabah dengan pihak lain.
□    Modal di nyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai(bukan piutang).
□    Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah dan di tuangkan dalam akad pembukaan rekening.
□    Bank menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan  nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
□    Bank tidak mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
   
2.    Giro
Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah cek, bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya, atau dengan pemindahbukuan . Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang benar secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah .
a.    Giro Wadiah
    Giro wadi’ah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Dalam konsep wadiah yad al-dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Hal ini berarti wadiah yad dhamanah mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, yakni nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk memberikan imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut
Dari pemaparan di atas, maka dapat dinyatakan beberapa ketentuan umum giro wadiah sebagai berikut:
• Dana wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah tersebut.
• Keuntungan atau kerugian dari pegelolaan dana menjadi milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik tidak dijanjikan imbalan atau menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak diperjanjikan di awal.
• Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu (on call), baik sebagian maupun seluruhnya.
b.    Giro Mudharabah
    Giro mudharabah adalah giro yang berdasarkan prinsip syariah sebagai mana mudharabah yang ada pada tabungan mudharabah.
   
3.    Deposito
    Deposito adalah simpanan dana yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan pihak bank .
    Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah .
    Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga.
    Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagikan hasil keuntungan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi bukan akibat kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah miss management (salah urus), maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
     Ketentuan-ketentuan umum deposito mudharabah berdasarkan penjelasan di atas yaitu:
□    Nasabah bertindak sebagai shahib al-mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
□    Sebagai mudharib, bank dapat mengelola dan mengembangkan dana dengan melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah, termasuk melakukan mudharabah dengan pihak lain.
□    Modal di nyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai(bukan piutang).
□    Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening .
□    Bank menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
□    Bank tidak mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
    Adapun Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pemilik dana terhadap bank, terdapat dua bentuk mudharabah, yaitu:
    • Mudharabah Mutalaqah (Unrestricted Investment Account, URIA)
    • Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account, RIA)
    Dalam deposito mutalaqah, pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada pihak Bank Syariah dalam mengelola investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Dengan kata lain, Bank Syariah mempunyai hak dan kebebasan penuh dalam mengelola dan menginvestaikan dana URIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
    Adapun dalam deposito mudharabah muqayyadah, pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Dengan kata lain, Bank Syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana RIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan .

B.    Pola Penyaluran Dana
1.    Jual Beli
a.    Murabahah.
Menurut fatwa DSN murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayar dengan harga yang lebih sebagai laba .
Dalam kitab al-muhadzdzab dikatakan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah penjualan yang memberitahukan modal oleh penjual kepada pembeli, dan penjual meminta keuntungan kepada pembeli berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
1)    Dasar Hukum Murabahah
a)    Qs. Al-Baqarah (2): 275: “ dan allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
b)    HR. Al-baihaqi dan ibnu Majah dari Abu Sa’id al-khudri bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.”
2)    Rukun Murabahah
a)    pelaku terdiri dari pembeli dan penjual.
b)    obyek jual beli berupa barang yang diperjual belikan.
c)    ijab kabul /serah terima
Zaid (2009) memaparkan bahwa rukun murabahah adalah kedua belah pihak yang mengadakan transaksi mengetahui harga beli awal barang tersebut dan keuntungan yang diperoleh oleh penjual .
3)    Ketentuan-ketentuan Umum Murabahah
a)    Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
b)    Barang yang di perjual belikan harus bebas riba
c)    Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
d)    Bank membeli barang yang di perlukan oleh nasabah atas bank sendiri, dan pembelian ini harus sah bebas riba.
e)    Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
f)    Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga plus keuntungannya. Dalam hal ini bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
g)    Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati  tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
h)    Untuk mencegah terjadinya penyalah gunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
i)    Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membelidari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank .

b.    Istishna’
Istishna’ adalah jual beli  dimana barang yang diperjual belikan masih belum ada dan akan diserahkan secara tangguh sementara pembayarannya dilakukan secara angsuran. Namun spesifikasi dan harga barang pesanan harus telah disepakati  di awal akad .
Akad Istishna'  ialah akad yang terjalin antara pemesan sebagai pihak 1 dengan seorang produsen suatu barang atau yang serupa sebagai pihak ke-2, agar pihak ke-2 membuatkan suatu barang sesuai yang diinginkan oleh pihak 1 dengan harga yang disepakati antara keduanya.
Menurut fatwa DSN Akad Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan syarat tertentu yang di sepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual (pembuat) .
1)    Dasar Hukum Istishna’
a)    Qs. Al Baqarah: 275: "Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba."
b)    Hadits nabi SAW: Diriwayatkan dari sahabat Anas radhiallahu 'anhu, pada suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendak menuliskan surat kepada seorang raja non arab, lalu dikabarkan kepada beliau: Sesungguhnya raja-raja non arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel, maka beliaupun memesan agar ia dibautkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau." (Riwayat Muslim)
2)    Ketentuan Tentang  Akad Istishna’
a)    Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat.
b)    Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
c)    Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
3)    Ketentuan Tentang Barang
a)    Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
b)    Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
c)    Penyerahannya dilakukan kemudian.
d)    Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
e)    Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
f)    Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
g)    Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

c.    Salam
Jual beli Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjual belikan belum ada. Oleh karenaitu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harusditentukan secara pasti .
Adapun menurut fatwa DSN jual beli salam adalah jual beli barang dengan cara peemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu .
1)    Dasar Hukum Istishna’
a)    Qs. Al Baqarah: 282:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar……
b)    Sahabat Ibnu Abbas r.a berkata:Saya bersaksi bahwa jual-beli As Salaf yang terjamin hingga tempo yang ditentukan telah dihalalkan dan diizinkan Allah dalam Al Qur'an, Allah Ta'ala berfirman (artinya): "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak dengan secara tunai, untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya." (Riwayat As Syafi'i, At Thobary, Abdurrazzaq, Ibnu Abi Syaibah, Al Hakim dan Al Baihaqy, dan dishohihkan oleh Al Albany).
2)    Ketentuan Tentang  Jual Beli Salam
a)    Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik uang, barang atau manfaat.
b)    Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
c)    Pembayaran tidak boleh dalam bentuk peembebasan utang.
d)    Ketentuan Tentang Barang
a)    Pembayaran dilakukan dimuka (kontan).
b)    Dilakukan pada barang-barang yang memiliki kriteria jelas.
c)     Penyebutan kriteria barang dilakukan saat akad dilangsungkan.
d)     Penentuan tempo penyerahan barang pesanan.
e)     Barang pesanan tersedia pada saat jatuh tempo.

2.    Bagi Hasil
a.    Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola, keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilikn modal selama kerugian itu bukan kelalaian sipengelola seandainya kerugian itu disebabkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut .
Menurut fatwa DSN Mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama(shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua(mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang di tuangkan dalam kontrak .
1)    Jenis-jenis Mudharabah
a)    Mudharabah Muthalaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,waktu,dan daerah bisnis.
b)    Mudharabah Muqayyadah
Disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthalaqah, Si Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha.Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
2)    Manfaat dan resiko mudharabah
a)    Manfaat Al-Mudharabah
    Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat
    Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap,tetapi disesuaikan dengan pandapatan atau hasil usaha bank,sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread
    Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan Cash flow atau arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
    Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal,aman,dan menguntungkan karena keuntungan yang konkrit dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
    Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah atau al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
b)    Resiko Al-Mudharabah
    Risiko yang terdapat dalam al-mudharabah,terutama pada penerapan dalam pembiayaan,relatif tinggi.Diantaranya :
     Side Streaming ; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
     Lalai dan kesalahan yang disengaja
     Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
3)    Landasan hukum mudharabah
a)    QS. Al-jumu’ah:10:”Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
b)    Hadits: “tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual beli yang ditangguhkan , melakukan qiradh, dan yang mencampurkan gandunm dengan jelas untuk keluarga ,bukan untuk diperjual belikan.”(HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
4)    Ketentuan Akad Mudharabah
a)    Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
b)    Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
c)    Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
d)    Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
e)    Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
f)    LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
g)    Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
h)    Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
i)    Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
j)    Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan .

b.    Musyarakah
Istilah Musyarakah menurut Bank Indonesia yang tertulis pada Kodifikasi Produk Perbankan Syariah tahun 2008, adalah transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing .
Musyarakah adalah Kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan .

1)    Landasan Hukum Musyarakah
a)    Al-Qur’an. Q.S. Shaad, 24: ”Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu benar-benar berbuat zalim kepada sebagian lainnya kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan amat sedikitlah mereka ini….”.
b)    Al-hadits : “Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : Aku adalah mitra ketiga dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari kedunya tidak mengkhianati yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu”. (H.R. Abu Dawud dan al-Hakim.),
2)    Ketentua-ketentuan  Akad Musyarakah
a)    Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
    Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
    Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
    Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
b)    Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
    Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
    Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
    Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
    Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
    Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
c)    Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
    Modal
•    Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.
Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
•    Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
•    Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
    Kerja
•    Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
•    Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
    Keuntungan
•    Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
•    Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
•    Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
•    Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
    Kerugian
•    Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
    Biaya Operasional dan Persengketaan
•    Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
•    Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

3)    Manfaat dan Resiko Musyarakah
Dalam musyarakah terdapat manfaat dan resiko yang harus di tanggung bersama antara kedua belah pihak yang melakukan akad sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak. Manfaat yang di peroleh dari akad musyarakah  ini adalah:
a)    Bank akan mengalami peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
b)    Bank tidak berkewajiban menbayar pendanaan secara tetap dalam jumlah tertentu kepada nasabah, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan mengalami negative spread.
c)    Pengembalian pokok pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
d)    Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent ) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagi.
e)    Prinsip bagi hasil dalam musyarakah berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih nasabah satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah,sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Sedangkan resiko dari pada akad Musyarakah adalah:
a)    side streaming , nasabah menggunakan dana yang diberikan bankbukan seperti yang disebut dalam kontrak.
b)     lalai dan kesalahan yang disengaja.
c)    penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur .

3.    Sewa
a.    Ijarah
Menurut fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang & jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang / jasa itu sendiri .
Dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan tapi hanya perpindahan hak gunasaja dari yang menyewakan kepada penyewa.
Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa al-ijarah atau akad sewa terbagi menjadi dua:
1)    sewa barang .
2)    sewa pekerjaan.
1)    Landasan Hukum Ijarah
a)    Alqur’an, Surat Al-Baqarah Ayat 233:”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”..
b)    Hadits :Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Rasul SAW bersabda : “berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” (H.R Bukhari & Muslim)
2)    Ketentuan-ketentuan ijarah
a)    Ketentuan Obyek Ijarah:
    Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
    Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
    Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
    Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
    Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
    Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
    Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
    Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
    Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

b)    Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
    Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
•    Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
•     Menanggung biaya pemeliharaan barang.
•    Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
    Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
•    Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak.
•    Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).
•    Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut .

b.    Ijarah Muntahiya Bittamlik
Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan adalah sebuah istilah modern yang tidak terdapat dikalangan fuqaha terdahulu. Definisinya: Istilah ini tersusun dari dua kata, yaitu;
1)    at-ta'jiir / al-ijarah (sewa)
2)    at-tamliik (kepemilikan) 
Adapun menurut fatwa DSN IMBT adalah perjanjian sewa menyewa yang disertai hak milik atas benda yang di sewakan, kepada penyewa, setelah masa sewa.
1.    Perpindahan Kepemilikan.
Proses perpindahan kepemilikan barang dalam transaksi ijarah muntahia bittamlik dapat dilakukan dengan cara:
1)    Hibah, yakni transaksi ijarah yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang dengan cara hibah dari pemilik objek sewa kepada penyewa.
2)    Promise to sell (janji menjual), yakni transaksi ijarah yang diikuti dengan janji menjual barang objek sewa dari pemilik objek sewa kepada penyewa dengan harga tertenu.
2.    Rukun Ijarah Muntahia Bittamlik.
1)    Penyewa (must’jir)
2)    Pemberi sewa (mu’ajjir)
3)    Objek sewa (ma’jur)
4)    Harga sewa (ujrah)
5)    Manfaat sewa (manfa’ah)
6)     Ijab qabul (sighat)
3.    Landasan Hukum IMBT
1)    Al-Qur’an :”Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Al-Zukhruf : 32)
2)    Hadits Nabi riwayat Tirmizi dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani,
Nabi s.a.w. bersabda: “ Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin    terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang  mengharamkan  yang halal atau  menghalalkan yang haram.
4.    Ketentuan-ketentuan IMBT
Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1)    Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah
(Fatwa DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
2)    Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah
bi al-Tamlik harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
3)    Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.

                                                                                BAB III
                                                                              PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah di sampaikan di atas maka dapat saya simpulan sebagai berikut :
1.    Pola Penghimpunan Dana
a.    Tabungan
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b.    Giro
umum, yang dimaksud dengan giro adalah cek, bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
c.    Deposito
Deposito adalah simpanan dana yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan pihak bank.
2.    Pola Penyaluran Dana
1)    Jual Beli
a.    Murabahah.
murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayar dengan harga yang lebih sebagai laba.
b.    Istisna’
Istishna’ adalah jual beli dimana barang yang diperjual belikan masih belum ada dan akan diserahkan secara tangguh sementara pembayarannya dilakukan secara angsuran. Namun spesifikasi dan harga barang pesanan harus telah disepakati  di awal akad.
c.    Salam
Jual beli Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai.
2)    Bagi Hasil
a.    Mudharabah
    Mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama(shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua(mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang di tuangkan dalam kontrak.
b.    Musyarakah
    Musyarakah adalah Kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
3)    Sewa
a.    Ijarah
    Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan  jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang / jasa itu sendiri.
b.    Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik
    Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik adalah perjanjian sewa menyewa yang disertai hak milik atas benda yang di sewakan, kepada penyewa, setelah masa sewa.

B.    Saran
1.    Bagi Akademis
Perlunya memahami dan mengetahui lebih dalam dan menyeluruh terhadap penghimpunan dan penyaluran dana yang mana di dalam nya terdapat produk-produk perbankan yang perlu di ketahui dan di pahami oleh para akademisi.
2.    Bagi Pemerintah
Perlunya pengawasan yang ketat dari DPS  agar tidak ada kesalahan atau keteledoran dalam transaksi yang di lakukan dalam penyaluran dan penghimpunan dana yang di lakukan oleh perbankan.
3.    Bagi Masyarakat
Di harapkan masyarakat memahami dan mengetahui tentang produk-produk perbankan supaya mereka dapat memilih mana produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

                                                                DAFTAR PUSTAKA

Ad Duwaisy, Ahmad bin Abdurrazzaq. 2009. Fatwa-Fatwa Jual Beli Oleh Ulama Besar Terkemuka. Pustaka Imam Syafi’i. Bogor.
Afifuddin, Abu Abdillah Muhammad. 2009. Mengenal Bank Islam. AsySyariah. Oase Media. Sleman-Yogyakarta
Dr. Amin Aziz. 1990. Mengembangkan bank islam di indonesia. Penerbit Bangkit. Jakarta
Dr. Jaih Mubarok, M.Ag. 2004. Fatwa Ekonomi syariah. Pustaka Bani Quraysi. Bandung.
Ir. Adiwarman Karim, S. E. 2004. Bank Islam. PT Raja Grafindo. Jakarta.
Kasmir. 2000. Bank dan lembaga keuangan lainnya. PT Grafindo Persada. Jakarta
Muhammad,2003,Kronstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah,Pusat studi Ekonomi Islam STIS,Yogyakarta,
Muhammad syafi’i antonio. 1999. Bank syari’ah: suatu pengenalan umum. Takzia institut. Jakarta.
Muljawan, Dadang. 2001. Bank Syariah, Filosofi dan Operasi. Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia.
Nurhayati, Sri; Wasilah. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. Salemba Empat. Jakarta.
Prof.DR.H.Rachmat Syafei, 2001. Fiqih Muamalah. Pustaka Setia. Bandung.
Sunarto Zulkifli,2007, perbankan syari’ah, zikrul Hakim: jakarta.
Undang-undang Bank Indonesia No.23 Tahun 1998,1999,Penerbit,Sinar Grafika,Jakarta
Wirdyaningsih, SH., MH. 2007. Bank dan Asuransi di Indonesia. Kencana Prenada Media. Jakarta.
Achmad Zaky,MSA.,Ak.,SAS. 2011. Esensi Murabahah dalam Perspektif  Ekonomi  dan Teori Pertukaran     Sosial. http://keuangansyariah.lecture.ub.ac.id/2011/12/esensi-murabahah-dalam-perspektif-ekonomi-dan-teori-pertukaran-sosial/. Di akses 23 desember 2011.
Badri, Muhammad Arifin. 2009. Prinsip Jual Beli dalam Ajaran Islam. www.pengusahamuslim.com di akses 5 Januari 2011.
Munandar, Aris. 2011. Pengertian Jual Beli. www.pengusahamuslim.com di akses 5 Januari 2011.
Syamhudi, Kholid. 2009. Karakter Bank Syariah. www.pengusahamuslim.com di akses 5 Januari 2011.
Ust Kholid Syamhudi, Lc. 2011. Jual Beli Salam dan    Syaratnya. http://pengusahamuslim.com/jual-beli-salam-dan-syaratnya-14-hakikat-jual-beli-salam. Di akses 02 Februari 2011
Zaid, Bakr Abu. 2009. Hukum Murabahah Baitul Mal wa Tamwil (BMT). http://wahonot.wordpress.com di akses 7 September 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Slider(Do not Edit Here!)

Pages

SLIDER WIDGET

Search This Blog

Featured Posts